Tanah Papua : Meluruskan Yang Bengkok " PERSPEKTIF ORANG ASLI PAPUA BAHWA PEMERINTAH INDONESIA ITU PENJAJAH ".
Oleh :
Dorus Wakum,S.Pd, Aktivis HAM Papua (Mantan Jebolan Pegiat HAM KontraS Papua)
Orang
Asli Papua membicarakan hak-hak dasar dalam kehidupannya dalam bentuk
apapun, sudah pasti disanksikan " Seperatis ", apapun itu yang
dibicarakan dan diperjuangkan oleh Orang Asli Papua selalu saja mendapat
diskriminasi baik sisi diskriminasi kebijakan ( Discrimination Policy )
yang kemudian melegitimasi tindakan kekerasan kemanusiaan (Human
Violation) terhadap mereka yang dilakukan oleh aparat TNI-Polri atas
nama Undang-Undang dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.(NKRI).
Orang Asli Papua Merasa Dijajah Oleh Pemerintah Indonesia, hal ini
terbukti dengan kebijakan pemerintah Indonesia atas Manusia dan Tanah
Papua; terkadang bila dipikir tindakan orang asli papua itu benar, sebab
berbagai kekerasan kemanusiaan yang terjadi di tanah papua adalah fakta
kebijakan negara yang sesungguhnya tidak beda jauh dengan sebuah negara
penjajah. Adapun catatan KAMPAK Papua dalam melihat, mengkaji, dan
menganalisis tindakan-tindakan Negara Penjajah terhadap warga
jajahannya, yang tidak beda jauh seperti berbagai kejahatan kemanusiaan
yang terjadi di Tanah Papua oleh aparat TNI-Polri atas dasar kebijakan
negara dan undang-undang.
Menurut Muhammad Nurjihadji dalam
artikelnya " Indonesia adalah Penjajahan Jawa di Luar Pulau Jawa ",
menjelaskan bahwa Keberpihakan ekonomi politik pemerintah terhadap
sistem ekonomi kapitalis adalah akar dari permasalahan ketimpangan dan
penjajahan Jawa atas luar Jawa ini. Dalam hitung-hitungan investor
asing, yang ada hanyalah bagaimana mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya tanpa peduli keadilan dan keberimbangan pembangunan.
Oleh sebab itu, Jawa dengan segala keunggulannya (terutama kepadatan
penduduk) akan selalu menjadi daya tarik sebagai pusat investasi dengan
melakukan eksploitasi kekayaan alam di daerah luar Jawa. Alasannya
sederhana dan pragmatis, karena Jawa memiliki sumber daya manusia yang
terampil, infrastruktur memadai, dan yang paling penting Jawa merupakan
pasar yang paling potensial.
Selanjutnya, menurut Kartika Dewi
dalam artikelnya tentang Ciri-ciri Negara Maju dan Berkembang, bahwa di
Indonesia pengurasan sumber daya alm telah dilakukan sejak abad ke-16
oleh Belanda. Akibatnya negara negara di Eropa terjadi penumpukan modal
dari hasil penindasan dan pemerasan daerah jajahannya. oleh sebab itu
pasar dunia dikuasai oleh negara negara di Eropa. Keadaan itulah yang
menyebabkan terjadinya perbedaan perkembangan negara negara di dunia,
yaitu negara negara Eropa menjadi negara maju sedangkan di luar Eropa
menjadi negara negara terbelakang. Contoh penyebab keterbelakangan sebuah negara sebagai berikut:
Politik penjajah selalu menghendaki terjadinya perpecahan bangsa yang dijajah
Orang- orang yang memiliki kualitas setingkat kaum penjajah mendapat
penghargaan yang rendah dan tertutup untuk menjadi pemimpin. Pemimpin- pemimpin bangsa gerak geriknya selalu diawasi dan dibatasi oleh penjajah. Penjajah tidak menghendaki negara jajahannya maju. Sarana pendidikan sangat terbatas bagu rakyat umum dan terdapat diskriminasi.
Atas dasar lima point diatas , maka penulis mencoba untuk
mendeskripsikan bagaimana Pemerintah dalam penerapan kelima ciri
tersebut terhadap Tanah dan Manusia Papua; diantaranya :
a. Politik Penjajah Selalu Menghendaki Terjadinya Perpecahan Bangsa Yang Dijajah
Sekjend Presidium Dewan Papua Thaha Alhamid, dalam berbagai orasi
politik dan statement media selalu mengatakan Pemerintah Indonesia
sedang memainkan peran Politik Devide Et Empera alias Politik Pecah
Bela; hal ini memang terbukti selama ini bahwa Pemerintah Indonesia
melihat semangat persatuan rakyat papua barat dalam menuntut dan
memperjuangkan aspirasi Kemerdekaan Bangsa Papua Barat, selama 51 tahun
sejak 1963, maka semangat kemerdekaan itu didorong pula dengan adanya
reformasi 1998 dengan jatuhnya rezim Soeharto, maka Rakyat Papua Barat
merasa mendapat angin segar dengan kondisi politik saat itu, dengan
persatuan dan kesatuan rakyat yang dinyatakan lewat Kongres Papua II
yang melahirkan seorang sosok pemimpin kharismatik alm. Dortheys Hiyo
Eluay yang pada akhirnya dibunuh oleh satuan KOPASUS pimpinan Letnan,
Hartomo pada tangga 10 November 2005. Milihat dinamika yang nyata itu,
berbagai program Pemerintah Indonesia dengan mengirim Transmigrasi ke
Papua dalam jumlah besar dan menguasai sebagian hak orang asli papua,
melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap berbagai kelompok binaan
untuk melawan masyarakat lokal, mendorong adanya slogan pantai dan
gunung, mendorong adanya filosofi Otonomi Khusus menjadi tuan di negeri
sendiri, adanya agresi militer dengan melakukan operasi-operasi
terselubung, kemudian melakukan pemekaran-pemekaran masiv, mendatangkan
minuman keras dan pelajuran yang terinveksi HIV/AIDS. Mengadu domba
perang suku melalui provokator partai politik; dan juga adanya Barisan
Merah Putih (BMP), Pemuda Panca Marga (PPM), Pemuda Pancasila (PP) dan
lain sebagainya yang turut memperkeruh kondisi di tanah papua barat.
Maka dapat dikatakan bahwa Pemerintah Indonesia berhasil
memporak-porandakan kondisi dan keadaan di Tanah Papua Barat yang
berbuntut adanya MRP bentukan Pemerintah, adanya LMA bentukan Negara,
dan juga Milisi-milisi yang turut mengacaukan Tanah dan Manusia Papua
Barat. Maka wajar jika berbagai LSM. HAM dan Tokoh Gereja serta Aktivis
Pro Demokrasi papua mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia sengaja
memelihara konflik Vertikal dan Horisotal di Papua, membiarkan
terjadinya kekerasan dan korupsi serta perang suku dan lain sebagainya
supaya papua distigmakan sebagai daerah primitif, sengaja membiarkan
tindakan-tindakan kejahatan kemanusiaan dengan melegalkan peraturan
perundang-undangan NKRI.
b. Orang-Orang Yang Memiliki Kualitas
Setingkat Kaum Penjajah Mendapat Penghargaan Yang Rendah dan Tertutup
Untuk Menjadi Pemimpin Teori terbaliknya bahwa karena kondisi dan
suhu politik papua barat merdeka, maka diberikanlah jabatan kepada
sejumlah orang asli papua, supaya rakyatnya menilai bahwa orang asli
papua juga mendapat perhatian dari pemerintah indonesia, para pemimpin
yang dimaksudkan disini adalah mereka yang dapat bekerja sama dengan
pemerintah indonesia, seperti Imanuel Kaisepo mantan menteri Daerah
Tertinggal era Gusdur; Fredy Numberi mantan menteri Perhubungan dan
Kelautan Era kabinet bersatu dibawa pimpinan Presiden Dr.H.Susilo
Bambang Yudhoyono; Baltlazar kambuaya Menteri lingkungan Hidup Kabinet
Indonesia Bersatu II; yang berhasil diangkat oleh Presiden SBY sebagai
Menteri karena berhasil menghalangi dan tidak mengizinkan Kampus UNCEN
digunakan oleh Rakyat Papua yang ketika itu akan melakukan Kongres Papua
III dibulan Agustus 2012. Mantan Duta Besar Meksiko Barnabas Suebu,
Mantan Duta Besar Papua New Guinea Jhon Jopari, Mantan Duta Besar
Kolombia Theo Waumuri, dan Mantan Duta Besar Kolombia Michael Manufandu;
Gubernur Papua dan Papua Barat, serta para Bupati dan Walikota; yang
semuanya diawasi gerak-geriknya oleh TNI-Polri, BIN dan BAIS, faktanya
bahwa mantan Gubernur Papua alm. Drs. Jacobus P. Salossa terbunuh tanpa
wajar. Penjelasan ini juga menjawab point ke tiga diatas, termasuk
mantan Ketua MRP alm. Dr. Agus Alua yang meninggal tidak wajar.
c. Waspada dan Kecurigaan Tingkat Tinggi
Untuk menjawab pertanyaan ke 4 dan 5, penulis dapat menjelaskan sebagai
berikut; realitanya benar bahwa Pemerintah Indonesia dibawah kepemimpin
Presiden Ir.Soekarno, Soeharto, Megawati Soekarno Putri dan Dr.H.
Susilo Bambang Yudhoyono; bahwa setiap orang pintar papua pasti mati
terbunuh secara tidak wajar seperti Arnold C. Ap seorang dosen di Uncen
1984-1986 termasuk seniman dan budayawan papua, Sam Kapisa yang
meninggal di sebuah hotel di Jakarta setelah kembali dari Belanda
seorang Seniman dan Budayawan, Prof. Ir. Frans Alexander Wospakrik, MSc
yang meninggal tiidak wajar setelah saudaranya yang juga fisikawan ITB
Bandung Hans Jacobus Wospakrik, Dr, yang baru menyelesaikan gelar
doctornya di inggrris, sehari setelah tiba dari inggris kemudian
meninggal dengan tidak wajar. Dr. Agus Alua mantan ketua MRP yang
dikenal vocal ini mengalami stroke ringan dan meninggal, Kelompok Group
Band Flamboyan Black Brothers yang dikejar rezim Soeharto akhirnya
melarikan diri ke luar negeri, masih ada lagi baik itu dari militer
maupun polisi yang didik oleh institusi polisi maupun TNI, sebut saja
Seth Yafet Rumkorem, Edu Ayomi, Prawar, Awom, dan lainnya yang juga
terbunuh dan meninggal secara tidak wajar dengan masing-masing riwayat
hidupnya. Masih banyak lagi orang pintar papua yang terbunuh karena
dikawatirkan oleh negara, bahwa akan semakin banyak yang pintar maka
semakin pusing negara mengurus tuntutan papua merdeka; satu hal yang
terpenting dalam catatan penulis sebagai aktivis HAM adalah seorang
Aktivis HAM senior Jhon Rumbiak dari ELSHAM Papua yang hingga saat ini
lumpuh karena terkena racun udara yang diduga dilakukan oleh intelijen
Indonesia dengan CIA; hal serupa yang dialami oleh mantan Gubernur Papua
Jaap P.Salossa. Semua lulusan anak-anak asli papua ini adalah dari
sekolah YPK, sekarang YPK sudah hampir tinggal nama saja, sebab seluruh
bantuan dana pendidikan dari gereja-gereja dunia dihentikan atau
dilarang oleh Pemerintah Indonesia, nah ini membenarkan apa yang
disebutkan oleh kartika dewi dalam artikelnya ciri-ciri negara
berkembang yang juga adalah wujud penjajahan moderen melalui sistem
politik ekonomi sebagai mana diungkapkan oleh Muhammad Nurjihadji dalam
artikelnya " Indonesia adalah Penjajahan Jawa di Luar Pulau Jawa ",
dengan sistem Neoliberalisme adalah paham Ekonomi yang mengutamakan
sistem Kapitalis Perdagangan Bebas, Ekspansi Pasar,
Privatisasi/Penjualan BUMN, Deregulasi/Penghilangan campur tangan
pemerintah, dan pengurangan peran negara dalam layanan sosial (Public
Service) seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Neoliberalisme
dikembangkan tahun 1980 oleh IMF, Bank Dunia, dan Pemerintah AS
(Washington Consensus). Bertujuan untuk menjadikan negara berkembang
sebagai sapi perahan AS dan sekutunya/MNC. Sistem Ekonomi
Neoliberalisme menghilangkan peran negara sama sekali kecuali sebagai
“regulator” atau pemberi “stimulus” (baca: uang negara) untuk menolong
perusahaan swasta yang bangkrut. Sebagai contoh, pemerintah AS harus
mengeluarkan “stimulus” sebesar US$ 800 milyar (Rp 9.600 trilyun)
sementara Indonesia pada krisis monter 1998 mengeluarkan dana KLBI
sebesar Rp 144 trilyun dan BLBI senilai Rp 600 trilyun. Melebihi APBN
saat itu. Sistem ini berlawanan 100% dengan Sistem Komunis di mana
negara justru menguasai nyaris 100% usaha yang ada. Di
tengah-tengahnya ada Ekonomi Kerakyatan seperti tercantum di UUD 45
pasal 33 yang menyatakan bahwa kebutuhan rakyat seperti Sembako, Energi,
dan Air harus dikuasai negara. Begitu pula kekayaan alam dikuasai
negara untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Untuk itu dibuat
berbagai BUMN seperti Pertamina, PAM, PLN, dan sebagainya sehingga
rakyat bisa menikmatinya dengan harga yang terjangkau. Neoliberalisme disebut juga dengan Globalisasi (Globalization). Neoliberalis adalah orang yang menganut paham Neoliberalisme.
Lembaga Utama yang menjalankan Neoliberalisme adalah IMF, World Bank,
dan WTO. Di bawahnya ada lembaga lain seperti ADB. Dengan belenggu
hutang (misalnya hutang Indonesia yang meningkat dari Rp 1.200 trilyun
20 tahun 2004 dan bengkak jadi Rp 1.600 trilyun di 2009) lembaga
tersebut memaksakan program Neoliberalisme ke seluruh dunia. Pemerintah
AS (USAID) bertindak sebagai Project Manager yang kerap campur tangan
terhadap pembuatan UU di berbagai negara untuk memungkinkan
neoliberalisme berjalan (misalnya di negeri kita UU Migas).
Akhirnya bahwa Penulis berkesimpulan bahwa memang realita Stigmatisasi
Separatisme TPN/OPM, Bodoh, Malas, Pemabuk, Doyan Perempuan
menghamburkan uang rakyat, dan lain sebagainya adalah sebuah cara untuk
membunuh dan membungkam karakteristik orang asli papua yang sesungguhnya
adalah pekerja keras, nelayan, pemburuh alias berburuh, dengan sistem
nomaden termasuk barter ekonomi budaya papua, semuanya
dihancurluluhlantahkan dengan kehadiran pemerintah Indonesia yang nota
bene melakukan tindakan Diskriminasi, Marjinalisasi, dan Kekerasan serta
Devide Et Emparea; merupakan legalitas kapitalisme baru ala Indonesia
menguasai Tanah dan Manusia Papua dalam berbagai segi kehidupan; seperti
bidang Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi Kerakyatan, termasuk pembangunan
Infrastruktur, semua itu sudah terlambat, sebab sejak tahun 1963 Agresi
Militer ke West Irian, kemudian Kontrak Karya Freeport McMoran 1967
seperti dijelaskan oleh Iswahyudi Sondi dalam artikelnya tentang " Data
dan Fakta Kontrak Karya Freeport". bahwa Freeport beroperasi di
Indonesia berdasarkan Kontrak Karya yang ditandatangani pada tahun 1967
berdasarkan UU 11/1967 mengenai PMA. Berdasarkan KK ini, Freeport
memperoleh konsesi penambangan di wilayah seluas 24,700 acres (atau
seluas +/- 1,000 hektar. 1 Acres = 0.4047 Ha). Masa berlaku KK pertama
ini adalah 30 tahun. Kemudian pada tahun 1991, KK Freeport di perpanjang
menjadi 30 tahun dengan opsi perpanjangan 2 kali @ 10 tahun. Jadi KK
Freeport akan berakhir di tahun 2021 jika pemerintah tidak menyetujui
usulan perpanjangan tersebut.
Berdasarkan kontrak karya ini,
luas penambangan Freeport bertambah (disebut Blok B) seluas 6,5 juta
acres (atau seluas 2,6 juta ha). Dari Blok B ini yang sudah di lakukan
kegiatan eksplorasi seluas 500 ribu acres (atau sekitar 203 ribu ha).
Hal serupa dilakukan oleh Beyond Petrolium BP Migas di Bintuni, dimana
Presiden Megawati menandatangani kontrak dengan nilai yang sangat kecil,
dari hasil-hasil ini Orang asli Papua sama sekali tidak dilibatkan dan
juga sangat merugikan rakyat papua secara khusus tetapi juga Indonesia
sebagai Negara Penjajah yang juga dijajah oleh imperialisme Asing sangat
tidak menguntungkan, dan disinilah Orang Asli Papua melihat dirinya
hanya merupakan Objek Kepentingan negara-negara penjajah termasuk
indonesia yang menjajah Tanah dan Manusia Papua.
Penutup
artikel ini, penulis ingin menegaskan bahwa memang benar bahwa
Pemerintah Indonesia Gagal Mengindonesiakan orang asli papua, adanya
penjajahan moderen ala pemerintah Indonesia yang melakukan ekspansi
militer, penguasahan Bisnis oleh Militer maupun non papua, panguasaan
tanah-tanah adat oleh militer dan polisi indonesia, pembohongan publik
oleh Indonesia, Amerika, dan PBB dalam PEPERA 1969, Kontrak Karya I
Freeport, BP Migas Bintuni, Ilegal Minning, Ilegal Loging, Ilegal
Fishing, dan Kejahatan Kemanusiaan(Pelanggaran Berat HAM) serta
Pembungkaman Demokrasi, adalah wujud luka borok yang sudah susah untuk
diobati dengan Otonomi Khusus maupun UP4B ataupun Kepres lainya dalam
hal percepatan pembangunan papua dan papua barat, nampaknya akan sia-sia
saja, sebab upaya pemaksaan dengan pendekatan militerisme dalam
pembangunan Tanah dan Manusia Papua bukan merupakan tuntutan rakyat
papua barat yang mangharapkan adanya penghargaan dan penghromatan
terhadap harkat, martabat, dan harga diri rakyat papua sebagai sebuah
bangsa merdeka yang tidak ingin dijajah oleh Pemerintah Indonesia.
Sekalipun perjuangan bangsa papua dibungkam dengan membunuh para
pejuangnya, bukan menurun tetapi akan menjadi berlipat ganda semangat
pemisahan diri melalui perjuangan Penentuan Nasib Sendiri, lewat
dinamika perjuangan Politik, Gerilya, maupun seni dan budaya dalam
mengkampanyekan kepada dunia bahwa Orang Papua semakin hari semakin
habis dibunuh oleh aparat TNI-Polri melalui tindakan kekerasan atau
kejahatan kemanusiaan atas dasar kebijakan negara tanpa ada ikhtikad
baik untuk melakukan Dialog Damai yang mengutamakan penghargaan dan
penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan secara universal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar