Gerakan Transformasi Papua

"Satu Papua untuk Papua yang lebih baik dan masa depan yang penuh harapan karena Kristus."

Koyaa...Yepmum...wah...wah...

Sa ada nii

Foto saya
wamena, Papua, Indonesia
simple'Papua Original

Minggu, 03 Januari 2010

HAM, Perempuan dan HIV/AIDS


Karena hal itu berhubungan erat dengan perekonomian bebas, maka hak ini sering dilanggar, terutama di tempat-tempat di mana perempuan menukar seks untuk kelangsungan hidup sebagai cara hidup. Dan kita tidak membicarakan tentang praktek pelacuran, tetapi persetujuan ekonomi dan sosial yang mendasar antara pria dan wanita. Ini menghasilkan di satu pihak dari kemiskinan yang mempengaruhi pria dan wanita, dan di lain pihak, dari pengendalian yang dimiliki pria atas kehidupan wanita terkait dengan kemiskinan.
Pada umumnya kebanyakan pria, betapa pun miskinnya, bisa memilih kapan bersanggama, dengan siapa dan dengan perlindungan apa jika ada. Sedangkan kebanyakan perempuan tidak.
Jika demikian maka dasar pemikiran kita haruslah bahwa kecuali bidang hak asasi manusia diperluas kepada keamanan perekonomian (yaitu hak untuk tidak hidup dalam kemiskinan dan dunia yang sangat kaya), maka hak Perempuan untuk seksualitas yang aman tidak akan bisa dicapai.
Menteri Kesehatan dari sebuah negara di Afrika Selatan tahun ini menyatakan bahwa Perempuan mempunyai hak akan seksualitas yang tidak membahayakan hidup mereka. Mungkin ini adalah asas utama untuk semua pekerjaan kita yang berhubungan dengan HIV/AIDS dan PMS.

Masalah Utama
* Kurang pengendalian atas seksualitas diri sendiri dan hubungan seks (lihat di atas).
* Kesehatan reproduksi dan seksual yang buruk, yang mengakibatkan kesakitan, kematian yang parah.
* Pengabaian kebutuhan akan kesehatan, gizi, perawatan kesehatan dan sebagainya. Jangkauan Perempuan terhadap perawatan dan dukungan untuk HIV/AIDS selalu terlambat (jika memang ada) dan terbatas.
* Penatalaksanaan klinis, berdasarkan penelitian pada Laki-laki. Telah ada perencanaan untuk meningkatkan pedoman dan akan mulai dengan modul tentang Penatalaksanaan Klinis HIV/AIDS pada perempuan.
* Semua bentuk seks terpaksa--mulai dari perkosaan dengan penganiayaan sampai pada kewajiban secara ekonomi/budaya untuk berhubungan seks yang tidak diinginkan--meningkatkan risiko penyebaran luka sangat kecil, dengan demikian infeksi PMS dan HIV.
* Kebiasaan budaya yang berbahaya; dari pemotongan bagian kelamin/sunat pada Perempuan (genital mutilation) sampai kepada cara-cara seperti “seks kering”.
* Stigma dan perlakuan tidak adil yang berhubungan dengan AIDS (dan semua PMS); lebih keras terhadap perempuan yang berisiko penganiayaan, tertinggal, terabaikan (kebutuhan materi dan kesehatannya), kemiskinan dan pengasingan dari keluarga dan masyarakat.
* Remaja: pemerolehan pendidikan tentang pencegahan (baik di dalam maupun di luar sekolah dan melalui kampanye media massa), kondom dan pelayanan kesehatan reproduksi sebelum dan sesudah mereka menjadi aktif secara seksual.
* Penyiksaan seksual: sekarang ada bukti bahwa ini ada jalur penularan HIV pada anak-anak (bahkan anak sangat kecil) yang diremehkan.Laki-laki dewasa mencari-cari pasangan wanita yang semakin muda (kurang dari 15 tahun) untuk menghindari infeksi HIV. atau jika mereka sudah terinfeksi, agar bisa “disembuhkan”.
* Pengungkapan status, pemberitahuan pasangan dan kerahasiaan. Ini semua adalah masalah yang lebih sulit bagi Perempuan daripada Laki-laki karena alasan-alasan yang disebut di atas: akibat negatif; dan fakta
bahwa Perempuan biasanya terinfeksi oleh pasangan tunggal atau suaminya.
* Karena pengungkapan lebih sulit, pemerolehan Perempuan terhadap perawatan dan dukungan diturunkan. Konseling dan tes secara sukarela  (Voluntary Counseling and Testing/VCT) sebagai gerbang utama ke dalam perawatan dan pencegahan adalah penting. Perlindungan untuk Perempuan ketika mereka mengungkapkan status harus dijamin.
Masalah HAM terkait dengan penularan dari ibu ke bayi (Mother to Child Transmission/MTCT) Persetujuan didasari informasi (Informed Consent): Pada tes sewaktu hamil, pada intervensi sendiri, dan pada mengakhiri/meneruskan kehamilan.
* Penyediaan konseling prates yang memadai; informasi/konseling sebelum intervensi; konseling mengenai makanan bayi; nasihat kontrasepsi terutama jika tidak menyusui.
* Melindungi kerahasiaan, termasuk rahasia bersama demi kepentingan perawatan dan dukungan dan masalah tentang tidak menyusui, jika ini sebenarnya mengakibatkan “pengungkapan umum” bahwa orang tersebut HIV-positif. Ketetapan hukum, praktek pelayanan kesehatan dan dukungan masyarakat/LSM.
* Penyediaan pelayanan KB, pilihan makanan bayi lain atau pengganti  ASI, dukungan material untuk bahan bakar, air dan sebagainya, sebagai tambahan pada intervensi itu sendiri.
* Keterlibatan pasangan/suami pada segala tahapan, akibat positif dan negatif.
* Kemungkinan dampak merugikan dari pemakaian obat antiretroviral, terutama dalam kehamilan ulang yang terjadi pada wanita yang  terinfeksi HIV.
* Pemerolehan Perempuan pada perawatan dan pengobatan selain intervensi MTCT, Perempuan sebagai sumber bayi.
* Generasi yatim piatu. Orang tua kemungkinan akan meninggal. Ketika ibu meninggal, kemungkinan bayi bertahan hidup sangat kurang. Apakah wanita tersebut seharusnya diobati, paling tidak untuk penyakit umum yang berhubungan dengan HIV.
* Memilih Perempuan yang diberi manfaat MTCT. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar