Dua tahun lalu 25 Juli 2007 Gubernur Provinsi Papua, Kaka Bas sebutan akrab Barnabas Suebu menerbitkan sebuah buku berjudul, “Kami Menanam Kami Menyiram, Tuhanlah yang Menumbuhkan.Tulisan ini ibarat sebuah nubuatan yang disabdakan kepada masyarakat di Tanah Papua untuk melihat apa saja yang telah dilakukan dari impian Gubernur Papua setelah duduk di kursi nomor satu di Provinsi Papua.
Betulkah impian menjadi Papua Baru bisa terwujud dalam hitungan detik ? Jelas tidak mungkin paling tidak ada landasan untuk menyiapkan jalan menuju Papua Baru. Walau pun dalam tradisi penggantian kapala daerah baik di tingkat bupati/walikota termasuk gubernur sangat sulit melanjutkan apa yang sudah diprogramkan pejabat sebelumnya. “Jangan sampai ganti Menteri pendidikan ganti kurikulum sama dengan ganti gubernur ganti program,”tutur warga Waena Mama Rosa kepada Jubi pekan lalu.
Dulu masyarakat Papua sering mendengar ucapan dan janji sang pemimpin mereka dengan kata kata menjadi tuan di negeri sendiri. Ungkapan ini seringkali didengar sehingga sangat sulit untuk diwujudkan karena belum ada cara yang pas.Cilakanya ketika mimpi menjadi tuan di negeri sendiri belum kesampaian, masyarakat Papua sudah harus melanjutkan mimpi baru yaitu menuju Papua Baru.
Menuju Papua Baru sebuah visi dan misi yang mulia kalau benar-benar bisa terwujud dalam kehidupan keseharian masyarakat. Wujud yang paling kelihatan adalah mama mama Papua tidak perlu berjuang untuk mencari sebuah pasar dengan berdemo selama bertahun tahun. Karena menuju Papua Baru bagi mama mama Papua, minimal mereka punya pasar dan bisa jual barang dagangan dengan rasa aman tanpa dikejar-kejar petugas ketertiban dan keamanan di Kota Jayapura.
Papua Baru bagi para pengusaha asli Papua mungkin bisa berbisnis tanpa harus melalui tender yang ruwet dan bikin pusing. Walau memang semua itu harus memenuhi aturan dan perundang undangan yang berlaku di dalam Republik Indonesia ini.
Mama mama Papua berjuang selama delapan tahun untuk mewujudkan mimpi Papua Baru versi mereka sendiri. Tapi sampai sekarang pasar yang mereka mimpikan belum terlaksana dan baru sebatas janji –janji semata. Belakangan terbentur lokasi mana yang ditunjuk sebagai pembangunan pasar khusus mama mama Papua.
Lalu apakah impian masyarakat di Kabupaten Mamberamo menuju Papua Baru adalah sebuah bendungan untuk membangkit listrik? Atau sebuah transportasi udara dan laut agar pelayanan ke wilayah terpencil bisa terpenuhi.“Ah jalan tol belum jadi sudah mau bicara pembangunan Bendungan Mamberamo,”tutur Simon Tawane Sekretaris Dewan Adat Mamberamo kepada Jubi belum lama ini. Bagi dia Papua Baru adalah jalan tol atau jalan darat menuju wilayah terpencil termasuk Kampung Kasonaweja di Kabupaten Mamberamo Raya.
Simon Tawane juga mengingatkan pembangunan Bendungan Mamberamo sebaiknya ditunda saja dulu sampai masyarakat di sana sudah siap dan mampu terlibat dalam sebuah proyek raksasa dan wah itu.
“Dulu kita berjuang agar jangan bangun bendungan Mamberamo sebelum masyarakat sudah siap benar dalam pembangunan tersebut,”kenang Simon Tawane yang kini tengah menyelesaikan studi sarjanannya di Universitas Cenderawasih.
Untuk apa menentang sebuah perubahan lanjut Tawane kalau semuanya dilakukan demi membawa kemajuan dan kejahteraan masyarakat Papua termasuk warga Mamberamo Raya. “Dulu kita berjuang agar ada Kabupaten Mamberamo supaya masyarakat bisa terlayani dengan baik,”tutur Tawane.
Tawane dan kawan kawan hanya ingin mewujudkan Papua Baru versi mereka yaitu ada jalan tol yang menghubungkan Kota Jayapura, Sarmi dan terus sampai ke Kasonaweja. Apakah mereka salah memilih mimpi Papua Baru versi mereka? Sebenarnya Papua Baru merupakan cita cita semua warga Papua selama masih bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan dan harapan mereka.
Meskipun keinginan Tawane bisa dilakukan,ternyata dalam program yang dicanangkan pemerintah Provinsi Papua melalui presentase Dinas Perhubungan Provinsi Papua di Kawasan Mamberamo meliputi pembangunan Pelabuhan Khusus Industri Bagusa. Selain itu dicanangkan pula pembangunan Bandara di wilayah Mamberamo.
Cilakanya ketika mimpi Papua Baru terlalu tinggi dan melayang jauh ke atas langit, maka hal itu sangat sulit untuk diwujudkan. Kalau pun hendak diwujudkan membutuhkan waktu, biaya dan tentunya kemampuan sumber daya manusia untuk membaca rancangan para perencana.
Banyak memang pembangunan sudah dibangun dan direncanakan diatas Papua baik pendidikan dan juga sarana fisik lainnya.Ada banyak gedung gedung yang dibangun di pedalaman termasuk Kantor Distrik Bomela Kabupaten Yahukimo tetapi Kadistrik sudah tiga tahun meninggalkan tempat tugas. Bahkan di Kantor Distrik Bomela sudah ditumbuhi rumput karena tidak ada satu pun petugas pegawai di sana.
Krisis pangan juga masih melanda warga di empat distrik Kabupaten Yahukimo, ubi ubi kosong dan trada isi. Sampai kapan masyarakat terus menanti datangnya tim peneliti untuk mencari jalan keluar untuk menjawab
Guru guru yang mengajar di Distrik Bomela pun tidak ada, ibarat pepatah tak ada akar batang pun jadi. Terpaksa pelajar jebolan SMP harus memegang kapur tulis dan mengajar di depan jadi guru agar anak anak di Kampung Bomela bisa pintar. Mimpi Papua Baru bagi anak anak Bomela hanya satu yaitu ada guru dan petugas kesehatan yang mau datang, tinggal bersama mereka.
Kaka Bas juga menyatakan hampir 50 persen kabupaten/kota yang memiliki tenaga guru yang jumlahnya lebih atau sama dengan jumlah kelas SD atau yang lazim disebut rombongan belajar.Selebihnya, ada 11 kabupaten yang jumlah kelasnya melebihi jumlah guru. Artinya kata Kaka Bas, pada kabupaten kabupaten itu guru mengajar lebih dari satu kelas.
Kaka Bas juga menceritakan pengalaman Papua jaman Belanda di mana anak anak kelas 1 SD sudah mahir membaca ,walau pun mereka tinggal di kampung terpencil. Sekarang ini justru berbeda ada anak anak yang tidak tahu membaca meski sudah kelas satu.
“Kesalahan jelas bukan pada anak anak itu,”ujar Kaka Bas seraya menulis mereka adalah korban dari system pendidikan yang kurang peduli dengan anak anak yang tinggal di kampung kampung. “Kita berdosa besar karena tidak memberikan pendidikan yang bermutu, kita membunuh masa depan mereka,”tegas Kaka Bas. Padahal pendidikan di dalam Republik Indonesia ini adalah hak setiap warga negara dan dijamin undang undang.
Sedangkan mimpi Papua Baru bagi masyarakat Distrik Bomela sekarang minimal bisa membangun landasan pacu mereka diperpanjang dan bupati Yahukimo tolong belikan mereka sebuah pesawat Sayangnya dalam rencana pembangunan di Kabupaten Yahukimo tercantum pembangunan Pelabuhan Dekai di Ibukota Yahukimo untuk distribusi barang kebutuhan Kabupaten Yahukimo dan kabupaten lainnya di Pegunungan Tengah. Begitu pula dengan rencana pembangunan bandara yang nantinya mampu didarati pesawat sejenis ATR 72 . Pembangunan bandara ini bagi pihak perencana sangat penting dan merupakan pusat distribusi barang barang ke wilayah pegunungan Bintang, Jayawijaya dan Kabupaten Tolikara. Sedangkan dana untuk membangun log pond di Pelabuhan Dekai sebesar Rp 25 milyar.
Tampaknya wujud Papua Baru bagi masyarakat mungkin bisa berbeda pula dengan rencana yang telah diprogramkan pemerintah.Walau memang dalam mencanangkan sebuah program sudah tentu harus melibatkan masyarakat atau biasanya disebut partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Kalau sampai tidak tewujud salah satu kata kunci yang mungkin akan dilontarkan pejabat semua program termasuk mimpi Papua Baru akan berkelanjutan. Yang penting di sini adalah membuat landasan yang kuat dan kokoh dan pemimpin atau pejabat terpilih,selanjutnya bisa melanjutkan.Betulkah? Rasanya sangat sulit untuk mewujudkan cita cita gubernur atau pejabat sebelum. Dulu menjadi tua n di negeri sendiri, hari ini menuju Papua Baru dan esok lusa apa lagi?
Betulkah impian menjadi Papua Baru bisa terwujud dalam hitungan detik ? Jelas tidak mungkin paling tidak ada landasan untuk menyiapkan jalan menuju Papua Baru. Walau pun dalam tradisi penggantian kapala daerah baik di tingkat bupati/walikota termasuk gubernur sangat sulit melanjutkan apa yang sudah diprogramkan pejabat sebelumnya. “Jangan sampai ganti Menteri pendidikan ganti kurikulum sama dengan ganti gubernur ganti program,”tutur warga Waena Mama Rosa kepada Jubi pekan lalu.
Dulu masyarakat Papua sering mendengar ucapan dan janji sang pemimpin mereka dengan kata kata menjadi tuan di negeri sendiri. Ungkapan ini seringkali didengar sehingga sangat sulit untuk diwujudkan karena belum ada cara yang pas.Cilakanya ketika mimpi menjadi tuan di negeri sendiri belum kesampaian, masyarakat Papua sudah harus melanjutkan mimpi baru yaitu menuju Papua Baru.
Menuju Papua Baru sebuah visi dan misi yang mulia kalau benar-benar bisa terwujud dalam kehidupan keseharian masyarakat. Wujud yang paling kelihatan adalah mama mama Papua tidak perlu berjuang untuk mencari sebuah pasar dengan berdemo selama bertahun tahun. Karena menuju Papua Baru bagi mama mama Papua, minimal mereka punya pasar dan bisa jual barang dagangan dengan rasa aman tanpa dikejar-kejar petugas ketertiban dan keamanan di Kota Jayapura.
Papua Baru bagi para pengusaha asli Papua mungkin bisa berbisnis tanpa harus melalui tender yang ruwet dan bikin pusing. Walau memang semua itu harus memenuhi aturan dan perundang undangan yang berlaku di dalam Republik Indonesia ini.
Mama mama Papua berjuang selama delapan tahun untuk mewujudkan mimpi Papua Baru versi mereka sendiri. Tapi sampai sekarang pasar yang mereka mimpikan belum terlaksana dan baru sebatas janji –janji semata. Belakangan terbentur lokasi mana yang ditunjuk sebagai pembangunan pasar khusus mama mama Papua.
Lalu apakah impian masyarakat di Kabupaten Mamberamo menuju Papua Baru adalah sebuah bendungan untuk membangkit listrik? Atau sebuah transportasi udara dan laut agar pelayanan ke wilayah terpencil bisa terpenuhi.“Ah jalan tol belum jadi sudah mau bicara pembangunan Bendungan Mamberamo,”tutur Simon Tawane Sekretaris Dewan Adat Mamberamo kepada Jubi belum lama ini. Bagi dia Papua Baru adalah jalan tol atau jalan darat menuju wilayah terpencil termasuk Kampung Kasonaweja di Kabupaten Mamberamo Raya.
Simon Tawane juga mengingatkan pembangunan Bendungan Mamberamo sebaiknya ditunda saja dulu sampai masyarakat di sana sudah siap dan mampu terlibat dalam sebuah proyek raksasa dan wah itu.
“Dulu kita berjuang agar jangan bangun bendungan Mamberamo sebelum masyarakat sudah siap benar dalam pembangunan tersebut,”kenang Simon Tawane yang kini tengah menyelesaikan studi sarjanannya di Universitas Cenderawasih.
Untuk apa menentang sebuah perubahan lanjut Tawane kalau semuanya dilakukan demi membawa kemajuan dan kejahteraan masyarakat Papua termasuk warga Mamberamo Raya. “Dulu kita berjuang agar ada Kabupaten Mamberamo supaya masyarakat bisa terlayani dengan baik,”tutur Tawane.
Tawane dan kawan kawan hanya ingin mewujudkan Papua Baru versi mereka yaitu ada jalan tol yang menghubungkan Kota Jayapura, Sarmi dan terus sampai ke Kasonaweja. Apakah mereka salah memilih mimpi Papua Baru versi mereka? Sebenarnya Papua Baru merupakan cita cita semua warga Papua selama masih bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan dan harapan mereka.
Meskipun keinginan Tawane bisa dilakukan,ternyata dalam program yang dicanangkan pemerintah Provinsi Papua melalui presentase Dinas Perhubungan Provinsi Papua di Kawasan Mamberamo meliputi pembangunan Pelabuhan Khusus Industri Bagusa. Selain itu dicanangkan pula pembangunan Bandara di wilayah Mamberamo.
Cilakanya ketika mimpi Papua Baru terlalu tinggi dan melayang jauh ke atas langit, maka hal itu sangat sulit untuk diwujudkan. Kalau pun hendak diwujudkan membutuhkan waktu, biaya dan tentunya kemampuan sumber daya manusia untuk membaca rancangan para perencana.
Banyak memang pembangunan sudah dibangun dan direncanakan diatas Papua baik pendidikan dan juga sarana fisik lainnya.Ada banyak gedung gedung yang dibangun di pedalaman termasuk Kantor Distrik Bomela Kabupaten Yahukimo tetapi Kadistrik sudah tiga tahun meninggalkan tempat tugas. Bahkan di Kantor Distrik Bomela sudah ditumbuhi rumput karena tidak ada satu pun petugas pegawai di sana.
Krisis pangan juga masih melanda warga di empat distrik Kabupaten Yahukimo, ubi ubi kosong dan trada isi. Sampai kapan masyarakat terus menanti datangnya tim peneliti untuk mencari jalan keluar untuk menjawab
Guru guru yang mengajar di Distrik Bomela pun tidak ada, ibarat pepatah tak ada akar batang pun jadi. Terpaksa pelajar jebolan SMP harus memegang kapur tulis dan mengajar di depan jadi guru agar anak anak di Kampung Bomela bisa pintar. Mimpi Papua Baru bagi anak anak Bomela hanya satu yaitu ada guru dan petugas kesehatan yang mau datang, tinggal bersama mereka.
Kaka Bas juga menyatakan hampir 50 persen kabupaten/kota yang memiliki tenaga guru yang jumlahnya lebih atau sama dengan jumlah kelas SD atau yang lazim disebut rombongan belajar.Selebihnya, ada 11 kabupaten yang jumlah kelasnya melebihi jumlah guru. Artinya kata Kaka Bas, pada kabupaten kabupaten itu guru mengajar lebih dari satu kelas.
Kaka Bas juga menceritakan pengalaman Papua jaman Belanda di mana anak anak kelas 1 SD sudah mahir membaca ,walau pun mereka tinggal di kampung terpencil. Sekarang ini justru berbeda ada anak anak yang tidak tahu membaca meski sudah kelas satu.
“Kesalahan jelas bukan pada anak anak itu,”ujar Kaka Bas seraya menulis mereka adalah korban dari system pendidikan yang kurang peduli dengan anak anak yang tinggal di kampung kampung. “Kita berdosa besar karena tidak memberikan pendidikan yang bermutu, kita membunuh masa depan mereka,”tegas Kaka Bas. Padahal pendidikan di dalam Republik Indonesia ini adalah hak setiap warga negara dan dijamin undang undang.
Sedangkan mimpi Papua Baru bagi masyarakat Distrik Bomela sekarang minimal bisa membangun landasan pacu mereka diperpanjang dan bupati Yahukimo tolong belikan mereka sebuah pesawat Sayangnya dalam rencana pembangunan di Kabupaten Yahukimo tercantum pembangunan Pelabuhan Dekai di Ibukota Yahukimo untuk distribusi barang kebutuhan Kabupaten Yahukimo dan kabupaten lainnya di Pegunungan Tengah. Begitu pula dengan rencana pembangunan bandara yang nantinya mampu didarati pesawat sejenis ATR 72 . Pembangunan bandara ini bagi pihak perencana sangat penting dan merupakan pusat distribusi barang barang ke wilayah pegunungan Bintang, Jayawijaya dan Kabupaten Tolikara. Sedangkan dana untuk membangun log pond di Pelabuhan Dekai sebesar Rp 25 milyar.
Tampaknya wujud Papua Baru bagi masyarakat mungkin bisa berbeda pula dengan rencana yang telah diprogramkan pemerintah.Walau memang dalam mencanangkan sebuah program sudah tentu harus melibatkan masyarakat atau biasanya disebut partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Kalau sampai tidak tewujud salah satu kata kunci yang mungkin akan dilontarkan pejabat semua program termasuk mimpi Papua Baru akan berkelanjutan. Yang penting di sini adalah membuat landasan yang kuat dan kokoh dan pemimpin atau pejabat terpilih,selanjutnya bisa melanjutkan.Betulkah? Rasanya sangat sulit untuk mewujudkan cita cita gubernur atau pejabat sebelum. Dulu menjadi tua n di negeri sendiri, hari ini menuju Papua Baru dan esok lusa apa lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar