Menurut cerita dari beberapa Tokoh Masyarakat Wamena, Ahumpua merupakan salah satu tempat yang memiliki lembah luas, tanah subur, makmur, indah yang dikelilingi oleh Sungai Baliem dengan pegunungan menyelimuti daerah itu.
Menurut cerita, Ahumpua disimbolkan sebagai badan manusia. Ahum berarti perut (pusat), kepala di bagian timur, kaki di bagian barat, tangan kiri di bagian selatan dan tangan kanan di bagian utara. Masyarakatnya saat itu belum mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka tidak mengenal maha pencipta. Kepercayaan mereka tertuju pada benda gaib animisme dan dinamisme. Saat itu, anak-anak Perempuan khusus diberi tugas untuk menjaga anak babi (dalam bahasa Ahumpua, anak babi:Wamena). Mereka menjaga anak-anak babi itu setiap hari.
Pada suatu hari gadis-gadis Ahumpua seperti biasanya menjaga anak-anak babi. Diantara gadis -gadis itu hanya ada satu gadis yang berani melakukan sesuatu yang bertanggung jawab. Tempat di mana mereka menjaga anak babi adalah di pinggir Kali Baliem. Masyarakat Ahuimpua dahulu menyebutnya dengan Lk Ahumpua. Saat sebelum mandi tiba-tiba ada orang berkulit putih muncul di pinggir kali Ahumpua. Gadis-gadis itu terkejut dan berteriak, “Eye,,,eye..eye..,Ap Huluan..Ap Huluan ...” (eye=minta tolong untuk menyelamatkan diri: Ap Huluan=orang berkulit putih). Gadis-gadis itu langsung melarikan diri ke hutan karena takut melihat orang kulit putih. Hanya ada satu orang gadis yang berani. Gadis ini menghadapi Ap Huluan. Ia tidak peduli apa yang akan terjadi nanti.
Ap Huluan tahu kalau gadis-gadis tadi takut padanya. Ia pun menjaga jarak dan memberikan salam dari jauh pada gadis pemberani itu, salam disampaikan Ap Huluan dalam bahasa isyarat dengan cara menggerak-gerakan tangan. Yang berarti jangan takut, jangan takut. Namun gadis pemberani itu tidak mengerti. Akhirnya, Ap Huluan mendekati si gadis dan memberikan salam dengan menjabat tangan gadis itu. Gadis itu membalas jabatan tangannya. Setelah berjabat tangan, Ap Huluan bertanya kepada si gadis, “Apakah nama tempat ini?”, ketika Ap Huluan menanyakan nama tempat itu, muncullah seekor Anak Babi, si gadis pun menjawab, “tu Wamena...” (yang artinya ‘ini anak babi’ (Tu=ini; ena-anak; wam;babi). Wamena dalam Bahasa Asli suku Baliem adalah anak babi. Ap Huluan segera mengerti dan mencatat dalam buku agendanya.
Kesalahpahaman antara Ap Huluan dan si gadis tidak disadari oleh keduanya. Percakapan kemudian dilanjutkan masih dengan menggunakan gerakan tangan. Setelah itu Ap Huluan memberikan salam dan segera berjalan ke arah Ahumpua bagian timur. Kini Ap Huluan ini di sebut ‘Wamena Timur’.
Setelah Ap Huluan pergi, si gadis segera berlari ke rumahnya sambil memanggil-manggil teman-temannya yang sedang bersembunyi ketakutan. Kemudian dengan menangis si gadis bercerita kepada orang tuanya. Mendengar cerita si gadis ini, ada yang percaya dan ada yang tidak. Bagi orang yang percaya, ia akan segera menyiapkan alat-alat perang dan segera mengejar Ap Huluan untuk membunuhnya. Namun sayang, Ap Huluan tidak di temukan.
Suatu saat lewatlah pesawat buatan Negara Belanda dan mendarat di Daerah Ahumpua dengan suara yang menakutkan. Berturut-turut kemudian pesawat Belanda mendarat di Daerah tersebut selama kurang lebih satu minggu. Akhirnya, daerah Ahumpua dikuasai oleh Belanda. Orang-orang Belanda mulai menetap di Ahumpua. Mulailah orang-orang tersebut membangun rumah dengan atap dari seng. Nama daerah yang dulunya Ahumpua diganti menjadi Kota Wamena yang berarti anak babi. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar